Pendahuluan
A. Latar Belakang
Modul Akuntansi Kewajiban ini dibuat
untuk memudahkan pemahaman terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
Nomor 09 Akuntansi Kewajiban. Modul ini disusun sebagai bahan Pelatihan untuk
Pelatih standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga dengan mempelajari modul ini peserta
diharapkan dapat belajar mandiri (self study) atas materi Akuntansi Kewajiban
pada Pemerintah Pusat maupun daerah. Modul ini menguraikan kembali
paragraf-paragraf standar maupun penjelasan disertai dengan contoh-contoh yang
aplikatif sehingga diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam implementasi
Standar Akuntansi Pemerintahan yang berkaitan dengan kewajiban.
B. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1.
Memahami Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP)
2.
Mampu
mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan
Tujuan Pembelajaran
Khusus:
Setelah mempelajari materi ini peserta mampu:
1.
Memahami
pengertian kewajiban
2.
Memahami
klasifikasi kewajiban
3.
Memahami
pengakuan kewajiban
4.
Menjelaskan
pengukuran kewajiban
5.
Memahami
perlakuan akuntansi untuk penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo
6.
Memahami restrukturisasi
kewajiban
7.
Memahami perlakuan akuntansi untuk biaya pinjaman
8.
Memahami
penyajian dan pengungkapan kewajiban
C.
Deskripsi Ringkas
Materi
Modul PSAP 09 disusun sesuai dengan urutan paragraf standar yang antara lain
meliputi: pengertian kewajiban, klasifikasi kewajiban, pengakuan kewajiban, pengukuran
kewajiban, dan penyajian dan pengungkapan kewajiban. Modul ini juga memuat
contoh-contoh untuk memperjelas uraian/pragraf yang ada dalam SAP. Pada bagian
akhir disajikan kasus yang terkait dengan akuntansi kewajiban.
D.
Metode Pembelajaran
Metode
pembelajaran dalam pelatihan ini dilakukan dengan cara pemaparan teori oleh
fasilitator dengan menggunakan media transparansi yang diikuti dengan tanya
jawab serta diskusi soal-soal latihan dan contoh kasus yang bertalian dengan
Akuntasi kewajiban. Keberhasilan pembelajaran ini juga sangat tergantung pada
partisipasi aktif dari para peserta pelatihan di dalam aktivitas diskusi,
latihan dan tanya jawab.
BAB II
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
A. Pengertian
Kewajiban
Kewajiban adalah utang yang timbul
dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar
sumber daya ekonomi pemerintah. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul
antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman.
Pinjaman tersebut dapat berasal dari masyarakat, lembaga keuangan, pemerintah lain, atau lembaga internasional.
Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja
pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan,
kompensasi, ganti rugi, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau
kewajiban dengan pemberi jasa lain. Kewajiban pemerintah dapat juga timbul dari
pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga yang belum dibayar pemerintah pada
akhir tahun anggaran.
Sebagai contoh Pemerintah
daerah membangun gedung untuk kantor yang dikerjakan oleh PT ABC. Pembangunan
tersebut telah selesai. Sampai akhir akhir
tahun anggaran pemerintah daerah tersebut belum melakukan pembayaran. Pemerintah
daerah harus mencatat kewajiban tersebut di neraca sebesar utang yang belum
dibayar.
Disamping
kewajiban-kewajiban di atas, ada juga kewajiban-kewajiban yang jumlah dan waktu
pembayarannya belum pastiyang disebut kewajiban kontinjensi. Kewajiban
kontinjensi adalah kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu
peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam
kendali suatu entitas. Misalnya Pemerintah memberikan penjaminan atas tabungan
masyarakat di lembaga perbankan, informasi ini diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan.
Untuk
memahami akuntansi kewajiban, perlu diketahui beberapa definisi di bawah ini:
Perhitungan Fihak
Ketiga,
selanjutnya disebut PFK, merupakan utang pemerintah kepada pihak lain yang
disebabkan kedudukan pemerintah sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya,
seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes,
Taspen, dan Taperum.
Premium adalah
jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present value) dengan nilai
jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat bunga nominal lebih
tinggi dari tingkat bunga efektif.
Restrukturisasi
Utang
adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk memodifikasi syarat-syarat
perjanjian utang dengan atau tanpa pengurangan jumlah utang, dalam bentuk:
Pembiayaan kembali yaitu
mengganti utang lama termasuk tunggakan dengan utang baru; atau
Penjadwalan ulang
atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah persyaratan dan
kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan utang dapat berbentuk Perubahan
jadwal pembayaran, Penambahan masa tenggang, atau menjadwalkan kembali rencana
pembayaran pokok dan bunga yang jatuh tempo dan/atau tertunggak.
Sekuritas utang
pemerintah
adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang oleh pemerintah yang
dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai jatuh tempo atau nilai pelunasan
pada saat diterbitkan, misalnya Surat Utang Negara (SUN).
Surat
Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka
waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat
pengakuan utang dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing yang dijamin pembayaran pokok utang dan bunganya oleh
Negara Republik Indonesia ,
sesuai dengan masa berlakunya.
Kewajiban
pemerintah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang.
1. Kewajiban
Jangka Pendek
Kewajiban
jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
tanggal pelaporan. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer
pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap
aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. Kewajiban jangka pendek lainnya.
Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang
Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
2. Kewajiban
Jangka Panjang
Kewajiban
jangka panjang merupakan kewajiban yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan. Jika
pada akhir periode akuntansi, pemerintah mempunyai utang jangka panjang, maka
pemerintah harus melakukan reklasifikasi kewajiban tersebut ke kewajiban jangka
pendek dan kewajiban jangka panjang.
Contoh:
pada 1 Juli 2005, Pemerintah Kota Pandang Tak Jemu mempunyai utang jangka panjang
sebesar Rp 10.000.000 yang harus diangsur setiap tahun sebesar 1.000.000,
Pemerintah Kota Pandang Tak Jemu harus melakukan reklasifikasi atas kewajiban
tersebut menjadi Kewajiban Jangka Pendek pada akhir tahun 2005 sebesar Rp 1.000.000,
sehingga Kewajiban Jangka panjang akan disajikan di neraca sebesar Rp
9.000.000.
Dalam
hal terjadi kesulitan likuiditas pemerintah dapat melakukan restrukturisasi
atau pendanaan kembali terhadap utang-utangnya yang akan jatuh tempo. Apabila
hal ini terjadi, entitas pelaporan dapat memasukkan kewajiban jatuh temponya
dalam waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan ke dalam klasifikasi kewajiban
jangka panjang, jika:
(a)
jangka waktu aslinya adalah untuk periode
lebih dari 12 (dua belas) bulan; dan
(b)
entitas bermaksud untuk mendanai kembali
(refinance) kewajiban tersebut atas dasar jangka panjang; dan
(c)
maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan
kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap pembayaran,
yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
Jumlah kewajiban
yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek menjadi kewajiban jangka panjang
seperti yang disebutkan di atas diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Beberapa
kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya mungkin
diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau digulirkan (roll over) oleh
entitas pelaporan. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan untuk menjadi suatu
bagian dari pembiayaan jangka panjang dan diklasifikasikan sebagai kewajiban
jangka panjang. Namun dalam situasi di mana kebijakan pendanaan kembali tidak
berada pada otoritas entitas, maka kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos
jangka pendek, kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum
persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal
pelaporan adalah jangka panjang.
Beberapa
perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu (covenant) yang
menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban jangka pendek (payable
on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait dengan posisi keuangan
peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, kewajiban dapat diklasifikasikan
sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
(a)
pemberi pinjaman telah menyetujui untuk
tidak meminta pelunasan sebagai konsekuensi adanya pelanggaran, dan
(b)
terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi
pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal
pelaporan.
Sebagai contoh, Pemkot
XYZ meminjam uang dari lembaga asing, sebesar Rp 500 milyar untuk program
pembangunan listrik daerah, dengan ketentuan bahwa pinjaman ini tidak dapat
digunakan untuk membiayai program lain. Kalau pinjaman ini tidak dapat
digunakan untuk program tersebut harus dikembalikan. Pinjaman ini telah ditarik
pada tahun 2003. Pinjaman ini akan dibayar secara angsuran selama 20 tahun
mulai tahun 2008. Sampai dengan tahun 2006 ternyata program tersebut macet, dan
tidak dapat dilanjutkan. Oleh karena pinjaman ini harus disajikan sebagai
kewajiban jangka pendek.
Bab III
Pengakuan DAN Pengukuran KEWAJIBAN
A. Pengakuan
Prasyarat
peristiwa masa lalu sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Peristiwa tersebut
menimbulkan suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Peristiwa yang dimaksud mungkin dapat berupa suatu
kejadian internal dalam entitas seperti timbul kewajiban kepada pegawai
organisasi pemerintah akibat pemerintah belum membayar tunjangan pegawai,
ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang melibatkan interaksi antara suatu
entitas dengan lingkungannya seperti adanya transaksi dengan entitas lain.
Kewajiban
diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau pada saat kewajiban timbul. Kewajiban
dapat timbul dari:
(a) transaksi
pertukaran (exchange transactions);
(b) transaksi
tanpa pertukaran (non-exchange transactions), dimana pemerintah belum
melaksanakan kewajibannya sampai akhir periode akuntansi;
(c) kejadian
yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events); dan
(d) kejadian
yang diakui pemerintah (government-acknowledged events).
Suatu transaksi
dengan pertukaran timbul ketika masing-masing pihak dalam transaksi tersebut
mengorbankan dan menerima suatu nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus
timbal balik atas sumber daya atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam
transaksi dengan pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang
atau jasa sebagai gantinya pemerintah berjanji untuk memberikan uang atau
sumber daya lain di masa depan.
Contoh kewajiban yang timbul dari transaksi dengan
pertukaran.
Pada tanggal 10 Oktober 2005, Pemkot Bandung melakukan
pengadaan personal computer (PC) dengan PT Smart Teknik dengan nilai Rp
60.000.000. Pemkot
Bandung dan PT Smart Teknik sepakat untuk pembayaran komputer tersebut
dilakukan pada 1 Matret 2006.
Atas
transaksi tersebut, Pemkot Bandung akan mencatat
dan melaporkan di neracanya kewajiban jangka pendek sebesar Rp 60.000.000 pada
tanggal 10 Oktober 2005, ketika komputer tersebut diterima.
Suatu transaksi
tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak dalam suatu transaksi menerima nilai
tanpa secara langsung memberikan atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Hanya
ada satu arah arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, kewajiban
harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan.
Beberapa jenis
hibah dan program bantuan umum dan khusus kepada entitas pelaporan lainnya
merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika pemerintah pusat membuat program
pemindahan kepemilikan atau memberikan hibah atau mengalokasikan dananya ke
pemerintah daerah, persyaratan pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum
yang ada dan bukan melalui transaksi dengan pertukaran.
Terdapat kewajiban
pemerintah yang timbul bukan didasarkan pada transaksi namun berdasarkan adanya
interaksi antara pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada
di luar kendali pemerintah. Pengakuan kewajiban yang timbul dari kejadian
tersebut sama dengan kewajiban yang timbul dari transaksi dengan pertukaran.
Contoh:
Pada
saat pemerintah melaksanakan suatu kegiatan secara tidak sengaja menyebabkan
kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan kewajiban.
Kewajiban tersebut dapat dilaporkan di neraca sepanjang hukum yang berlaku
memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar kerusakan dan sepanjang jumlah
pembayarannya dapat diestimasi dengan andal.
Sebagai
contoh dalam kasus bencana alam di DIY, bagi setiap keluarga yang rumahnya
roboh akan diberikan ganti rugi Rp 30 juta. Apabila sudah dicantumkan dalam
peraturan (surat
ketetapan) yang sah, tetapi belum dibayar
Pemerintah
dapat mengakui kewajiban dan biaya untuk kondisi di atas jika memenuhi dua kriteria berikut: (1) DPR/DPRD
telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya yang akan digunakan, (2)
transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat kontraktor melakukan
perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum dibayar pada tanggal
pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban bencana).
Kewajiban dicatat sebesar nilai
nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata
uang rupiah. Penjabaran mata uang asing
menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
Nilai
nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban pemerintah pada saat
pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi
setelahnya, seperti transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan
perubahan kurs valuta asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai
pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
Utang kepada Pihak
Ketiga (Account Payable)
Terhadap
barang/jasa yang telah diterima pemerintah dan belum dibayar, termasuk barang
dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah mengakui kewajiban tersebut
sebagai utang di neraca.
Contoh: Kontraktor membangun fasilitas atau
peralatan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan
pemerintah. Kontraktor tersebut sudah menyelesaikan porsi pekerjaan tahap I dan
telah menyerahkan kepada pemerintah. Jumlah tagihan termin I tersebut sampai
akhir tahun belum dibayar. Oleh karena itu, jumlah tersebut merupakan utang
yang harus disajikan di neraca.
Apabila
dalam jumlah kewajiban terdapat utang yang disebabkan adanya transaksi antar
unit pemerintahan, penyajiannya harus dipisahkan
dari kewajiban kepada unit nonpemerintahan.
Utang Bunga
(Accrued Interest)
Utang
bunga pinjaman pemerintah dicatat sebesar biaya bunga yang telah terjadi dan
belum dibayar. Bunga dimaksud dapat berasal dari utang pemerintah baik dari
dalam maupun luar negeri. Utang bunga pinjaman pemerintah yang belum dibayar
harus diakui pada setiap akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban jangka
pendek.
Pengukuran
dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk sekuritas pemerintah yang
diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan yang
diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, kota , dan kabupaten) dalam bentuk dan
substansi yang sama dengan SUN.
Pada
akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan untuk PFK yang belum
disetorkan kepada yang berhak harus disajikan sebagai utang di neraca sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
Jumlah
pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus diserahkan kepada pihak
lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang dipungut/dipotong. Pada akhir
periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo pungutan/potongan yang belum
disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo pungutan/potongan tersebut harus
disajikan di neraca sebesar jumlah yang
masih harus disetorkan sebagai utang PFK.
Contoh:
Pada Tahun 2006, Pemprov Maluku memungut iuran Askes, tabungan perumahan, Pajak
Penghasilan atas Gaji dari pegawai pemerintah provinsi tersebut sebesar Rp 10 juta.
Pada 31 Desember 2006, diketahui jumlah pungutan yang telah disetor ke PT
Askes, Perum Perumnas dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) adalah
sebesar Rp 8 juta.
Atas
transaksi tersebut, Pemprov Maluku seharusnya menyetor jumlah PFK (iuran Askes,
Tabungan Perumahan dan Pajak Penghasilan) sebesar yang dipungut yaitu Rp 10
Juta. Tetapi pemda tersebut baru menyetor hanya sebesar Rp 8 juta, oleh sebab
itu Pemprov Maluku harus mencatat Hutang PFK di Neraca Per 31 Desember 2006
sebesar Rp 2 Juta.
Nilai
yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang jangka
panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan
setelah tanggal pelaporan. Contohnya
Pinjaman obligasi yang jatuh tempo tahun yang akan datang sebesar Rp 1
Milyar disajikan sebesar nilai nominal.
Kewajiban Lancar
Lainnya (Other Current Liabilities)
Kewajiban
lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak termasuk dalam kategori
utang jangka pendek di atas. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya tersebut adalah
biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan disusun. Pengukuran
untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pos
tersebut, misalnya utang gaji kepada pegawai dinilai berdasarkan jumlah gaji
yang masih harus dibayar atas jasa yang telah diserahkan oleh pegawai tersebut.
Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan yang
Diperjualbelikan
Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan
karakteristik utang tersebut yang dapat berbentuk:
Utang
Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt)
Utang
Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded
Debt)
Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan (Non-Traded Debt)
Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak
diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada pemberi
utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam kontrak perjanjian
dan belum diselesaikan pada tanggal
pelaporan.
Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat
diperjualbelikan adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan
international seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk
hukum dari pinjaman ini biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan
agreement).
Untuk
utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat menggunakan skedul
pembayaran (payment schedule) menggunakan tarif bunga tetap. Untuk utang
pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga dihubungkan dengan
satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya, penilaian utang
pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga tetap, kecuali
tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan data sebelumnya dan
observasi atas instrumen keuangan yang ada.
Utang Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt)
Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat
diperjualbelikan, misalnya obligasi atau Surat Utang Negara seharusnya dapat
mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari pemerintah pada suatu waktu
tertentu beserta bunganya untuk suatu periode akuntansi. Untuk penilaian surat utang ini perlu data
hasil penjualan, dan nilai pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan
dibayarkan kepada pemegangnya.
Utang
pemerintah yang dapat diperjualbelikan
biasanya dalam bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat memuat ketentuan mengenai
nilai utang pada saat jatuh tempo.
Jenis
surat utang
pemerintah ini dinilai sebesar nilai pari (original face value) dengan
memperhitungkan diskonto atau premium yang belum diamortisasi. Surat utang pemerintah
yang dijual sebesar nilai pari (face) tanpa diskonto ataupun premium harus
dinilai sebesar nilai pari (face). Surat utang yang dijual dengan diskonto akan bertambah
nilainya selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan surat utang yang dijual dengan harga premium
nilainya akan berkurang.
Amortisasi
atas diskonto atau premium dapat menggunakan metode garis lurus.
Nilai obligasi yang
disajikan di neraca per 31 Desember 2006 adalah:
Nilai Nominal Rp 1.000.000.000.000
Premium
Rp
100.000.000.000-(1/5X100.000.000000) = Rp (20.000.000.000)
= Rp
1.080.000.000.000
Perubahan Valuta
Asing
Utang
pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan kurs tengah bank
sentral saat terjadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal
transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu
kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata
kurs tengah bank sentral selama seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh
transaksi pada periode tersebut. Namun, jika kurs berfluktuasi secara
signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode tidak dapat
diandalkan.
Pada
setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke
dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal
neraca. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang asing antara
tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan
ekuitas dana periode berjalan.
Konsekuensi
atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam mata uang asing akan mempengaruhi
pos pada Neraca untuk kewajiban yang berhubungan dan ekuitas dana pada entitas
pelaporan.
Apabila
suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan diselesaikan dalam periode
yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui pada periode tersebut.
Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa
periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap
periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing
periode.
Utang
dalam US $ 1.000 equivalen dengan Rp 10.000.000 tercatat di buku besar. Pada
tanggal 31 Desember 2005 kurs tengah BI untuk US $ 1 adalah Rp 9.200,-
Penyajian di neraca adalah Rp 9.200.000. ( US $ 1.000 X Rp 9.200)
BAB III
PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH
TEMPO
Untuk sekuritas utang pemerintah yang
diselesaikan sebelum jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh
penerbit dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk
penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga perolehan
kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan
Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang berkaitan.
Apabila harga perolehan kembali adalah
sama dengan nilai tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum
jatuh tempo dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan
menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan. Apabila harga
perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat (carrying value) maka,
selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang terkait, jumlah
perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
A. Tunggakan
Jumlah tunggakan
atas pinjaman pemerintah harus disajikan dalam bentuk Daftar Umur (aging
schedule) Kreditur pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian
pengungkapan kewajiban.
Tunggakan
didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh tempo namun pemerintah
tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau bunganya sesuai jadwal.
Beberapa jenis utang pemerintah mungkin jatuh tempo sesuai jadwal pada satu
tanggal yang mengharuskan debitur untuk melakukan pembayaran kewajiban kepada
kreditur.
Praktik akuntansi
biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan dari jumlah utang yang terkait dalam
lembar muka (face) laporan keuangan. Namun informasi tunggakan pemerintah
menjadi salah satu informasi yang menarik perhatian pembaca laporan keuangan
sebagai bahan analisis kebijakan dan solvabilitas satu entitas.
Untuk keperluan
tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang.
B. Restrukturisasi
Utang
Dalam
restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan utang, debitur harus
mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif sejak saat restrukturisasi
dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai tercatat utang pada saat
restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut melebihi jumlah pembayaran
kas masa depan yang ditetapkan dengan persyaratan baru. Informasi
restrukturisasi ini harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan
sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang terkait.
Jumlah bunga harus
dihitung dengan menggunakan tingkat bunga efektif konstan dikalikan dengan
nilai tercatat utang pada awal setiap periode antara saat restrukturisasi
sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif yang baru adalah sebesar
tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai jumlah pembayaran kas masa
depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru (tidak temasuk utang
kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal
pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh
tempo.
Informasi mengenai
tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru harus disajikan pada Catatan atas
Laporan Keuangan .
Jika jumlah
pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru utang
termasuk pembayaran untuk bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari
nilai tercatat, maka debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah
yang sama dengan jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan
dalam persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang berkaitan.
Suatu entitas tidak
boleh mengubah nilai tercatat utang sebagai akibat dari restrukturisasi utang
yang menyangkut pembayaran kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama
pembayaran kas masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang.
Jumlah bunga atau
pokok utang menurut persyaratan baru dapat merupakan kontinjen, tergantung
peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai contoh, debitur mungkin dituntut untuk
membayar jumlah tertentu jika kondisi keuangannya membaik sampai tingkat
tertentu dalam periode tertentu. Untuk menentukan jumlah tersebut maka harus
mengikuti prinsip-prinsip yang diatur pada akuntansi kontinjensi yang tidak
diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang sama berlaku untuk pembayaran kas
masa depan yang seringkali harus diestimasi.
C.Penghapusan Utang
Penghapusan utang
adalah pembatalan secara sukarela tagihan oleh kreditur kepada debitur, baik
sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian formal
diantara keduanya. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke
kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di bawah
nilai tercatatnya.
Jika penyelesaian
satu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya dilakukan
dengan aset kas, maka ketentuan pada restrukturisasi utang di pragaraf
sebelumnya berlaku.
Informasi dalam
Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul
sebagai akibat restrukturisasi kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih
antara:
Nilai tercatat
utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau ditambah dengan bunga
terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau biaya penerbitan yang belum
diamortisasi), dengan Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur.
Biaya-biaya yang
berhubungan dengan utang pemerintah adalah biaya bunga dan biaya lainnya yang
timbul dalam kaitan dengan peminjaman dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi:
(a) Bunga
atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek maupun jangka
panjang;
(b) Amortisasi
diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman,
(c) Amortisasi
biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya konsultan, ahli
hukum, commitment fee, dan sebagainya .
(d) Perbedaan
nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal tersebut
diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.
Apabila bunga
pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu, maka biaya
pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu tersebut. Apabila
biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan secara langsung dengan aset
tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman ditentukan berdasarkan penjelasan
pada paragraf dibawah ini.
Dalam
keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya hubungan langsung
antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset tertentu dan untuk
menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila perolehan aset
tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi pendanaan lebih
dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat terjadi bila suatu
entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan dengan tingkat bunga yang
berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang
dapat secara langsung diatribusikan, sehingga diperlukan pertimbangan
profesional (professional judgement) untuk menentukan hal tersebut.
Apabila suatu dana
dari pinjaman yang tidak secara khusus digunakan untuk perolehan aset maka
biaya pinjaman yang harus dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung
berdasarkan rata-rata tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya
seluruh aset tertentu yang berkaitan selama periode pelaporan.
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN
Utang pemerintah
harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk
memberikan informasi yang lebih baik kepada pemakainya.
Untuk
meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi yang harus disajikan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan adalah:
(a) Jumlah
saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang diklasifikasikan
berdasarkan pemberi pinjaman;
(b) Jumlah
saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis sekuritas utang
pemerintah dan jatuh temponya;
(c) Bunga
pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat bunga yang berlaku;
(d) Konsekuensi
dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo;
(e) Perjanjian
restrukturisasi utang meliputi:
(1).
Pengurangan pinjaman;
(2).
Modifikasi persyaratan utang;
(3).
Pengurangan tingkat bunga pinjaman;
(4).
Pengunduran jatuh tempo pinjaman;
(5).
Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan
(6).
Pengurangan jumlah bunga terutang sampai
dengan periode pelaporan.
(f) Jumlah
tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur utang berdasarkan
kreditur.
(g) Biaya
pinjaman:
(1). Perlakuan
biaya pinjaman;
(2). Jumlah
biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang bersangkutan; dan
(3). Tingkat
kapitalisasi yang dipergunakan.
SOAL LATIHAN
Pemerintah
Kabupaten Tak Jera Berutang mengadakan suatu kontrak konstruksi dengan PT
Pembangunan Cakrawala pada tahun 2005 dengan nilai kontrak Rp1.000.000.000,00
dan diperkirakan akan diselesaikan pembangunannya pada 31 November 2005 dengan
melalui 5 termijn pembayaran. Pada tanggal 31 November 2005 ternyata
pembangunan telah selesai dan aset tetap telah diserahterimakan, tetapi
dikarenakan sesuatu hal, pemerintah Kabupaten Tak Jera Berhutang tidak bisa
membayar tagihan PT Pembangunan Cakrawala. Pada 31 Desember 2005 dicapai
kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Tak Jera Berutang dengan PT Pembangunan
Cakrawala, dimana Pemda dapat mencicil pembayaran hutang tersebut selama 5
tahun mulai tahun 2006.
(1).
Dari transaksi diatas, Apakah pemda
mengakui adanya kewajiban, jika ya, kapan diakui kewajiban tersebut?
(2).
Bagaimana Perlakuan Akuntansi kewajiban
pada akhir periode akuntansi (31 Desember 2005) termasuk jurnalnya.
(3).
Bagaimana Perlakuan Akuntansi Kewajiban
pada awal Periode Akuntansi (1 Januari 2006) termasuk jurnalnya.
DAFTAR BACAAN
1.
UU No. 17/2003 tentang
Keuangan Negara;
2.
UU No. 1/2004 tentang
Perbendaharaan Negara;
3.
UU No. 15/2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
4.
UU No. 25/2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
5.
UU No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
6.
UU No. 33/2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
7.
PP No. 14/2005 tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, sebagaimana telah diubah dengan PP
No. 33/2006;
8.
PP No. 20/2004
tentang Rencana Kerja Pemerintah;
9.
PP No. 21/2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga;
10.
PP No. 23/2005 tentang
Pengelolaan Keuangan BLU;
11.
PP No. 24/2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan;
12.
PP No. 54/2005
tentang Pinjaman Daerah;
13.
PP No. 55/2005 tentang
Perimbangan Daerah;
14.
PP No. 56/2005
tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah;
15.
PP No. 57/2005
tentang Hibah Kepada Daerah;
16.
PP No. 58/2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah;
17.
PP No. 65/2005 tentang Peraturan
Pemerintah tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
18.
PP No. 2/2006 tentang
Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri;
19.
PP No. 6/2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
20.
PP No. 8/2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
21.
PP No. 3/2007 tentang
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada
Masyarakat
22.
PP No. 8/2007 tentang
Investasi Pemerintah;
23.
PP No. 39/2007 tentang
Pengelolaan Uang Negara/Daerah;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar