BAB I
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Akuntansi kewajiban pemerintah diatur dalam
peraturan pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2005 dalam standar akuntansi
pemerintahan pernyataan No.09 (PSAP) tentang Akuntansi Kewajiban. Kewajiban
adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Dalam konteks
pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan
yang berasal dari pinjaman. Pinjaman tersebut dapat berasal dari masyarakat,
lembaga keuangan, pemerintah lain, atau lembaga internasional. Kewajiban
pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada
pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan,
kompensasi, ganti rugi, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau
kewajiban dengan pemberi jasa lain. Kewajiban pemerintah dapat juga timbul dari
pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga yang belum dibayar pemerintah pada
akhir tahun anggaran.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa
definisi kewajiban?
2.
Apa
saja yang termasuk ruang lingkup kewajiban?
3.
Apa
saja klasifikasi kewajiban?
4.
Bagaimana
pengakuan kewajiban dalam akuntansi pemerintahan?
5.
Bagaimana
pengukuran kewajiban dalam akuntansi pemerintahan?
6.
Bagaimana
penyelesaian kewjiban sebelum jatuh tempo pada akuntansi pemerintahan?
3. Tujuan
Tujuan
Pembelajaran Umum:
Setelah
mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta mampu:
1. Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
2. Mampu mengimplementasikan SAP dalam menyusun dan
menyajikan Laporan Keuangan
Tujuan
Pembelajaran Khusus:
Setelah mempelajari materi ini peserta mampu:
1. Memahami pengertian kewajiban
2. Memahami klasifikasi kewajiban
3. Memahami pengakuan kewajiban
4. Menjelaskan pengukuran kewajiban
5. Memahami perlakuan akuntansi untuk penyelesaian
kewajiban sebelum jatuh tempo
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kewajiban
Kewajiban adalah
utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan
aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Dalam konteks pemerintahan,
kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan yang berasal
dari pinjaman. Pinjaman tersebut dapat berasal dari masyarakat, lembaga
keuangan, pemerintah lain, atau lembaga
internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan
pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu
kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, alokasi/realokasi pendapatan ke
entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lain. Kewajiban pemerintah
dapat juga timbul dari pengadaan barang dan jasa dari pihak ketiga yang belum
dibayar pemerintah pada akhir tahun anggaran.
Sebagai contoh
Pemerintah daerah membangun gedung untuk kantor yang dikerjakan oleh PT ABC.
Pembangunan tersebut telah selesai.
Sampai akhir akhir tahun anggaran pemerintah daerah tersebut belum
melakukan pembayaran. Pemerintah daerah harus mencatat kewajiban tersebut di
neraca sebesar utang yang belum dibayar.
Disamping
kewajiban-kewajiban di atas, ada juga kewajiban-kewajiban yang jumlah dan waktu
pembayarannya belum pastiyang disebut kewajiban kontinjensi. Kewajiban
kontinjensi adalah kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu
peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam
kendali suatu entitas. Misalnya Pemerintah memberikan penjaminan atas tabungan
masyarakat di lembaga perbankan, informasi ini diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan.
Untuk memahami
akuntansi kewajiban, perlu diketahui beberapa definisi di bawah ini:
Perhitungan
Fihak Ketiga, selanjutnya disebut
PFK, merupakan utang pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan
pemerintah sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan
Taperum.
Premium
adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present value) dengan
nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat bunga nominal lebih
tinggi dari tingkat bunga efektif.
Restrukturisasi
Utang adalah kesepakatan antara kreditur
dan debitur untuk memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa
pengurangan jumlah utang, dalam bentuk:
Pembiayaan
kembali yaitu mengganti utang lama
termasuk tunggakan dengan utang baru; atau
Penjadwalan
ulang atau modifikasi persyaratan utang
yaitu mengubah persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan
utang dapat berbentuk Perubahan jadwal pembayaran, Penambahan masa tenggang,
atau menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga yang jatuh tempo
dan/atau tertunggak.
Sekuritas
utang pemerintah adalah surat berharga
berupa surat pengakuan utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan
mempunyai nilai jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan,
misalnya Surat Utang Negara (SUN).
Surat
Perbendaharaan Negara adalah Surat
Utang Negara yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
Surat
Utang Negara adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai
dengan masa berlakunya.
Kewajiban
pemerintah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang.
1.
Kewajiban Jangka
Pendek
Kewajiban jangka
pendek merupakan kewajiban yang diharapkan
dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang
kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam
tahun pelaporan berikutnya. Kewajiban jangka pendek lainnya. Misalnya bunga
pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak Ketiga
(PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
2.
Kewajiban Jangka
Panjang
Kewajiban jangka
panjang merupakan kewajiban yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan. Jika pada
akhir periode akuntansi, pemerintah mempunyai utang jangka panjang, maka
pemerintah harus melakukan reklasifikasi kewajiban tersebut ke kewajiban jangka
pendek dan kewajiban jangka panjang.
Contoh: pada 1 Juli 2005,
Pemerintah Kota Pandang Tak Jemu mempunyai utang jangka panjang sebesar Rp
10.000.000 yang harus diangsur setiap tahun sebesar 1.000.000, Pemerintah Kota
Pandang Tak Jemu harus melakukan reklasifikasi atas kewajiban tersebut menjadi
Kewajiban Jangka Pendek pada akhir tahun 2005 sebesar Rp 1.000.000, sehingga
Kewajiban Jangka panjang akan disajikan di neraca sebesar Rp 9.000.000.
Dalam hal terjadi kesulitan
likuiditas pemerintah dapat melakukan restrukturisasi atau pendanaan kembali
terhadap utang-utangnya yang akan jatuh tempo. Apabila hal ini terjadi, entitas
pelaporan dapat memasukkan kewajiban jatuh temponya dalam waktu 12 bulan
setelah tanggal pelaporan ke dalam klasifikasi kewajiban jangka panjang, jika:
(a)
jangka waktu
aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan; dan
(b)
entitas
bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dasar
jangka panjang; dan
(c)
maksud tersebut
didukung dengan adanya suatu perjanjian
pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap
pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
Jumlah
kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek menjadi kewajiban
jangka panjang seperti yang disebutkan di atas diungkapkan dalam Catatan
atas Laporan Keuangan.
Beberapa
kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya mungkin
diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau digulirkan (roll over) oleh
entitas pelaporan. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan untuk menjadi suatu
bagian dari pembiayaan jangka panjang dan diklasifikasikan sebagai kewajiban
jangka panjang. Namun dalam situasi di mana kebijakan pendanaan kembali tidak
berada pada otoritas entitas, maka kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos
jangka pendek, kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum
persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal
pelaporan adalah jangka panjang.
Beberapa
perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu (covenant) yang
menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban jangka pendek (payable
on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait dengan posisi keuangan
peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, kewajiban dapat diklasifikasikan
sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
(a)
pemberi pinjaman
telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai konsekuensi adanya
pelanggaran, dan
(b)
terdapat jaminan
bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas)
bulan setelah tanggal pelaporan.
Sebagai contoh,
Pemkot XYZ meminjam uang dari lembaga asing, sebesar Rp 500 milyar untuk
program pembangunan listrik daerah, dengan ketentuan bahwa pinjaman ini tidak
dapat digunakan untuk membiayai program lain. Kalau pinjaman ini tidak dapat
digunakan untuk program tersebut harus dikembalikan. Pinjaman ini telah ditarik
pada tahun 2003. Pinjaman ini akan dibayar secara angsuran selama 20 tahun
mulai tahun 2008. Sampai dengan tahun 2006 ternyata program tersebut macet, dan
tidak dapat dilanjutkan. Oleh karena pinjaman ini harus disajikan sebagai
kewajiban jangka pendek.
2. Pengakuan DAN Pengukuran KEWAJIBAN
Kewajiban
pemerintah diakui jika besar kemungkinan pengeluaran sumber daya ekonomi akan
dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat ini, dan kewajiban
tersebut dapat diukur dengan andal.
Prasyarat
peristiwa masa lalu sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Peristiwa
tersebut menimbulkan suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas.
Peristiwa yang dimaksud mungkin dapat
berupa suatu kejadian internal dalam entitas seperti timbul kewajiban kepada
pegawai organisasi pemerintah akibat pemerintah belum membayar tunjangan
pegawai, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang melibatkan interaksi
antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti adanya transaksi dengan
entitas lain.
Kewajiban
diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau pada saat kewajiban timbul.
Kewajiban dapat timbul dari:
(a)
transaksi
pertukaran (exchange transactions);
(b)
transaksi tanpa
pertukaran (non-exchange transactions), dimana pemerintah belum melaksanakan
kewajibannya sampai akhir periode akuntansi;
(c)
kejadian yang
berkaitan dengan pemerintah (government-related events); dan
(d)
kejadian yang
diakui pemerintah (government-acknowledged events).
Suatu
transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-masing pihak dalam transaksi
tersebut mengorbankan dan menerima suatu nilai sebagai gantinya. Terdapat dua
arus timbal balik atas sumber daya atau janji untuk menyediakan sumber daya.
Dalam transaksi dengan pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima
barang atau jasa sebagai gantinya pemerintah berjanji untuk memberikan uang
atau sumber daya lain di masa depan.
Contoh
kewajiban yang timbul dari transaksi dengan pertukaran.
Pada tanggal 10 Oktober 2005, Pemkot Bandung melakukan
pengadaan personal computer (PC) dengan PT Smart Teknik dengan nilai Rp
60.000.000. Pemkot Bandung dan PT
Smart Teknik sepakat untuk pembayaran komputer tersebut dilakukan pada 1 Matret
2006.
Atas
transaksi tersebut, Pemkot Bandung akan
mencatat dan melaporkan di neracanya kewajiban jangka pendek sebesar Rp
60.000.000 pada tanggal 10 Oktober 2005, ketika komputer tersebut diterima.
Suatu
transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak dalam suatu transaksi
menerima nilai tanpa secara langsung memberikan atau menjanjikan nilai sebagai
gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi
tanpa pertukaran, kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum
dibayar pada tanggal pelaporan.
Beberapa
jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus kepada entitas pelaporan
lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika pemerintah pusat membuat
program pemindahan kepemilikan atau memberikan hibah atau mengalokasikan
dananya ke pemerintah daerah, persyaratan pembayaran ditentukan oleh peraturan
dan hukum yang ada dan bukan melalui transaksi dengan pertukaran.
Terdapat
kewajiban pemerintah yang timbul bukan didasarkan pada transaksi namun
berdasarkan adanya interaksi antara pemerintah dan lingkungannya. Kejadian
tersebut mungkin berada di luar kendali pemerintah. Pengakuan kewajiban yang
timbul dari kejadian tersebut sama dengan kewajiban yang timbul dari transaksi
dengan pertukaran.
Contoh:
Pada
saat pemerintah melaksanakan suatu kegiatan secara tidak sengaja menyebabkan
kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan
kewajiban. Kewajiban tersebut dapat dilaporkan di neraca sepanjang hukum yang
berlaku memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar kerusakan dan sepanjang
jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan andal.
Kejadian-kejadian
tertentu dapat mengakibatkan timbulnya kewajiban pemerintah. Hal ini terjadi
karena pemerintah memutuskan untuk bertanggung jawab terhadap suatu kejadian
bencana alam. Biaya-biaya tersebut dapat memenuhi definisi kewajiban jika
pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab keuangan
pemerintah, baik biaya yang timbul dari transaksi dengan pertukaran atau tanpa
pertukaran.
Sebagai
contoh dalam kasus bencana alam di DIY, bagi setiap keluarga yang rumahnya
roboh akan diberikan ganti rugi Rp 30 juta. Apabila sudah dicantumkan dalam
peraturan (surat ketetapan) yang sah, tetapi belum dibayar Pemerintah dapat
mengakui kewajiban dan biaya untuk kondisi di atas jika memenuhi dua kriteria berikut: (1) DPR/DPRD
telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya yang akan digunakan, (2)
transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat kontraktor melakukan
perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum dibayar pada tanggal
pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban bencana).
Kewajiban
dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan
dinyatakan dalam mata uang rupiah.
Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal
neraca.
Nilai
nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban pemerintah pada saat
pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat
utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran,
perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan perubahan
lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai
tercatat kewajiban tersebut.
Penggunaan
nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti karakteristik dari
masing-masing pos.
Utang kepada
Pihak Ketiga (Account Payable)
Terhadap
barang/jasa yang telah diterima pemerintah dan belum dibayar, termasuk barang
dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah mengakui kewajiban tersebut
sebagai utang di neraca.
Contoh:
Kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan spesifikasi yang
ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah. Kontraktor tersebut sudah
menyelesaikan porsi pekerjaan tahap I dan telah menyerahkan kepada pemerintah.
Jumlah tagihan termin I tersebut sampai akhir tahun belum dibayar. Oleh karena
itu, jumlah tersebut merupakan utang yang harus disajikan di neraca.
Apabila
dalam jumlah kewajiban terdapat utang yang disebabkan adanya transaksi antar
unit pemerintahan, penyajiannya harus
dipisahkan dari kewajiban kepada unit nonpemerintahan.
Utang Bunga
(Accrued Interest)
Utang
bunga pinjaman pemerintah dicatat sebesar biaya bunga yang telah terjadi dan
belum dibayar. Bunga dimaksud dapat berasal dari utang pemerintah baik dari
dalam maupun luar negeri. Utang bunga pinjaman pemerintah yang belum dibayar
harus diakui pada setiap akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban
jangka pendek.
Pengukuran
dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk sekuritas pemerintah yang
diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan yang
diterbitkan oleh
pemerintah daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi
yang sama dengan SUN.
Pada
akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan untuk PFK yang belum
disetorkan kepada yang berhak harus disajikan sebagai utang di neraca sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
Jumlah
pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus diserahkan kepada pihak
lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang dipungut/dipotong. Pada akhir
periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo pungutan/potongan yang belum
disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo pungutan/potongan tersebut harus
disajikan di neraca sebesar jumlah yang
masih harus disetorkan sebagai utang PFK.
Contoh:
Pada Tahun 2006, Pemprov Maluku memungut iuran Askes, tabungan perumahan, Pajak
Penghasilan atas Gaji dari pegawai pemerintah provinsi tersebut sebesar Rp 10
juta. Pada 31 Desember 2006, diketahui jumlah pungutan yang telah disetor ke PT
Askes, Perum Perumnas dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) adalah
sebesar Rp 8 juta.
Atas
transaksi tersebut, Pemprov Maluku seharusnya menyetor jumlah PFK (iuran Askes,
Tabungan Perumahan dan Pajak Penghasilan) sebesar yang dipungut yaitu Rp 10
Juta. Tetapi pemda tersebut baru menyetor hanya sebesar Rp 8 juta, oleh sebab
itu Pemprov Maluku harus mencatat Hutang PFK di Neraca Per 31 Desember 2006
sebesar Rp 2 Juta.
Nilai
yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang jangka
panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan
setelah tanggal pelaporan. Contohnya
Pinjaman obligasi yang jatuh tempo tahun yang akan datang sebesar Rp 1
Milyar disajikan sebesar nilai nominal.
Kewajiban Lancar
Lainnya (Other Current Liabilities)
Kewajiban
lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak termasuk dalam kategori
utang jangka pendek di atas. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya tersebut
adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan disusun.
Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik
masing-masing pos tersebut, misalnya utang gaji kepada pegawai dinilai
berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayar atas jasa yang telah
diserahkan oleh pegawai tersebut.
Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan yang
Diperjualbelikan
Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan
karakteristik utang tersebut yang dapat berbentuk:
a. Utang
Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt)
Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak diperjualbelikan (non-traded
debt) merupakan kewajiban entitas kepada pemberi utang sebesar pokok utang dan
bunga sesuai yang diatur dalam kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada
tanggal pelaporan.
Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan adalah
pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international seperti
IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari
pinjaman ini biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement). Untuk utang pemerintah
dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat menggunakan skedul pembayaran
(payment schedule) menggunakan tarif bunga tetap. Untuk utang pemerintah dengan
tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga dihubungkan dengan satu instrumen
keuangan atau dengan satu indeks lainnya, penilaian utang pemerintah
menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga tetap, kecuali tarif bunganya
diestimasikan secara wajar berdasarkan data sebelumnya dan observasi atas
instrumen keuangan yang ada.
b. Utang
Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded
Debt)
Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat diperjualbelikan,
misalnya obligasi atau Surat Utang Negara seharusnya dapat mengidentifikasi
jumlah sisa kewajiban dari pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta
bunganya untuk suatu periode akuntansi. Untuk
penilaian surat utang ini perlu data hasil penjualan, dan nilai pada saat jatuh
tempo atas jumlah yang akan dibayarkan kepada pemegangnya.
Utang pemerintah
yang dapat diperjualbelikan biasanya
dalam bentuk sekuritas utang pemerintah (government
debt securities) yang dapat memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat
jatuh tempo.
Jenis surat
utang pemerintah ini dinilai sebesar nilai pari (original face value) dengan
memperhitungkan diskonto atau premium yang belum diamortisasi. Surat utang
pemerintah yang dijual sebesar nilai pari (face) tanpa diskonto ataupun premium
harus dinilai sebesar nilai pari (face).
Surat utang yang dijual dengan diskonto akan bertambah nilainya selama
periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan surat utang yang dijual dengan
harga premium nilainya akan berkurang. Amortisasi atas
diskonto atau premium dapat menggunakan metode garis lurus.
Sebagai
contoh : Pemerintah menerbitkan obligasi retail seri 001 sebanyak 1.000.000
lembar dengan nilai nominal Rp 1.000.000 per lembar. Pada tanggal 2 Januari
2006 hasil penjualan bersih obligasi ini
adalah Rp 1.100.000.000.000
Obligasi ini jatuh tempo 2 Januari 2011. Metode amortisasi yang digunakan
adalah garis lurus.
Nilai
obligasi yang disajikan di neraca per 31 Desember 2006 adalah:
Nilai
Nominal Rp 1.000.000.000.000
Premium
Rp
100.000.000.000-(1/5X100.000.000000) = Rp (20.000.000.000)
= Rp
1.080.000.000.000
Perubahan Valuta
Asing
Utang
pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan kurs tengah bank
sentral saat terjadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal
transaksi sering disebut kurs spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu
kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata
kurs tengah bank sentral selama seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh
transaksi pada periode tersebut. Namun, jika kurs berfluktuasi secara
signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode tidak dapat
diandalkan.
Pada
setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke
dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal
neraca. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang asing antara
tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan
ekuitas dana periode berjalan.
Konsekuensi
atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam mata uang asing akan mempengaruhi
pos pada Neraca untuk kewajiban yang berhubungan dan ekuitas dana pada entitas
pelaporan.
Apabila
suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan diselesaikan dalam periode
yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui pada periode tersebut.
Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa
periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap
periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing
periode.
Contoh:
Utang
dalam US $ 1.000 equivalen dengan Rp 10.000.000 tercatat di buku besar. Pada
tanggal 31 Desember 2005 kurs tengah BI untuk US $ 1 adalah Rp 9.200,-
Penyajian di neraca adalah Rp 9.200.000. ( US $ 1.000 X Rp 9.200)
3.
PENYELESAIAN
KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO
Untuk
sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum jatuh tempo karena adanya
fitur untuk ditarik oleh penerbit dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi
persyaratan untuk penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan
antara harga perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan
pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang
berkaitan.
Apabila harga
perolehan kembali adalah sama dengan nilai tercatat (carrying value) maka penyelesaian
kewajiban sebelum jatuh tempo dianggap sebagai penyelesaian utang secara
normal, yaitu dengan menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang
berhubungan. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat
(carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana
yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas
Laporan Keuangan.
A.
Tunggakan
Jumlah tunggakan atas pinjaman
pemerintah harus disajikan dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur
pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban.
Tunggakan didefinisikan sebagai
jumlah tagihan yang telah jatuh tempo namun pemerintah tidak mampu untuk
membayar jumlah pokok dan/atau bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang
pemerintah mungkin jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal yang
mengharuskan debitur untuk melakukan pembayaran kewajiban kepada kreditur.
Praktik akuntansi biasanya tidak
memisahkan jumlah tunggakan dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka
(face) laporan keuangan. Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah
satu informasi yang menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan
analisis kebijakan dan solvabilitas satu entitas.
Untuk keperluan tersebut, informasi
tunggakan harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk
Daftar Umur Utang.
B.
Restrukturisasi
Utang
Dalam restrukturisasi utang melalui
modifikasi persyaratan utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi
secara prospektif sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh
mengubah nilai tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai
tercatat tersebut melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan
dengan persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada
Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban
yang terkait.
Jumlah bunga harus dihitung dengan
menggunakan tingkat bunga efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang
pada awal setiap periode antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh
tempo. Tingkat bunga efektif yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang
dapat menyamakan nilai tunai jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana
ditetapkan dalam persyaratan baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai
tercatat. Berdasarkan tingkat bunga efektif
yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru dimulai
dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo.
Informasi mengenai tingkat bunga
efektif yang lama dan yang baru harus disajikan pada Catatan atas Laporan
Keuangan .
Jika jumlah
pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru utang
termasuk pembayaran untuk bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari
nilai tercatat, maka debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah
yang sama dengan jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan
dalam persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos
kewajiban yang berkaitan.
Suatu entitas tidak boleh mengubah
nilai tercatat utang sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut
pembayaran kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas
masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang.
Jumlah bunga atau pokok utang
menurut persyaratan baru dapat merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau
keadaan tertentu. Sebagai contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah
tertentu jika kondisi keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode
tertentu. Untuk menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip
yang diatur pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini.
Prinsip yang sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus
diestimasi.
C.
Penghapusan
Utang
Penghapusan utang adalah pembatalan
secara sukarela tagihan oleh kreditur kepada debitur, baik sebagian maupun
seluruhnya, jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara
keduanya. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke kreditur
melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di bawah nilai
tercatatnya.
Jika penyelesaian satu utang yang
nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas,
maka ketentuan pada restrukturisasi utang di pragaraf sebelumnya berlaku.
Jika
penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya
dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai debitur harus melakukan
penilaian kembali atas aset nonkas dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian
menerapkan ketentuan pada resktrusturisasi paragraf sebelumnya, serta mengungkapkan pada Catatan atas Laporan
Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan.
Informasi dalam Catatan atas
Laporan Keuangan harus mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai
akibat restrukturisasi kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara:
Nilai tercatat utang yang
diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau ditambah dengan bunga terutang dan
premi, diskonto, biaya keuangan atau biaya penerbitan yang belum diamortisasi),
dengan Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur.
Biaya-biaya
yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah biaya bunga dan biaya lainnya
yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi:
(a)
Bunga atas penggunaan
dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang;
(b)
Amortisasi diskonto
atau premium yang terkait dengan pinjaman,
(c)
Amortisasi biaya yang
terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya konsultan, ahli hukum,
commitment fee, dan sebagainya .
(d)
Perbedaan nilai tukar
pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal tersebut diperlakukan sebagai
penyesuaian atas biaya bunga.
Biaya pinjaman
yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan atau produksi suatu
aset tertentu (qualifying asset) harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya
perolehan aset tertentu tersebut.
Apabila
bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu, maka
biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu tersebut.
Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan secara langsung dengan
aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman ditentukan berdasarkan
penjelasan pada paragraf dibawah ini.
Dalam keadaan
tertentu sulit untuk
mengidentifikasikan adanya hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan
perolehan suatu aset tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu
tidak perlu ada apabila perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya,
apabila terjadi sentralisasi pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek
pemerintah. Kesulitan juga dapat terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa
jenis sumber pembiayaan dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini,
sulit untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung
diatribusikan, sehingga diperlukan pertimbangan profesional (professional
judgement) untuk menentukan hal tersebut.
Apabila
suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus digunakan untuk perolehan
aset maka biaya pinjaman yang harus dikapitalisasi ke aset tertentu harus
dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang (weighted average) atas akumulasi
biaya seluruh aset tertentu yang berkaitan selama periode pelaporan.
Dalam
restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan utang, debitur harus
mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif sejak saat restrukturisasi
dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai tercatat utang pada saat
restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut melebihi jumlah pembayaran
kas masa depan yang ditetapkan dengan persyaratan baru.
4.
PENYAJIAN DAN
PENGUNGKAPAN
Utang
pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang
untuk memberikan informasi yang lebih baik kepada pemakainya.
Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi
yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah:
(a)
Jumlah saldo kewajiban
jangka pendek dan jangka panjang yang diklasifikasikan berdasarkan pemberi
pinjaman;
(b)
Jumlah saldo kewajiban
berupa utang pemerintah berdasarkan jenis sekuritas utang pemerintah dan jatuh
temponya;
(c)
Bunga pinjaman yang
terutang pada periode berjalan dan tingkat bunga yang berlaku;
(d)
Konsekuensi
dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo;
(e)
Perjanjian
restrukturisasi utang meliputi:
(1).
Pengurangan pinjaman;
(2).
Modifikasi persyaratan
utang;
(3).
Pengurangan tingkat
bunga pinjaman;
(4).
Pengunduran jatuh tempo
pinjaman;
(5).
Pengurangan nilai jatuh
tempo pinjaman; dan
(6).
Pengurangan jumlah
bunga terutang sampai dengan periode pelaporan.
(f)
Jumlah tunggakan
pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur utang berdasarkan kreditur.
(g)
Biaya pinjaman:
(1).
Perlakuan biaya
pinjaman;
(2).
Jumlah biaya pinjaman
yang dikapitalisasi pada periode yang bersangkutan; dan
(3).
Tingkat
kapitalisasi yang dipergunakan.
BAB III
KESIMPULAN
Kewajiban adalah
utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan
aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Dalam konteks pemerintahan,
kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan yang berasal
dari pinjaman. Kewajiban pemerintah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek
merupakan kewajiban yang diharapkan
dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban
jangka panjang merupakan kewajiban yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan.
Kewajiban
dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan
dinyatakan dalam mata uang rupiah.
Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal
neraca.
Untuk sekuritas
utang pemerintah yang diselesaikan sebelum jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik
oleh penerbit dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk
penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga perolehan
kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan
Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang berkaitan. Tunggakan didefinisikan
sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh tempo namun pemerintah tidak mampu
untuk membayar jumlah pokok dan/atau bunganya sesuai jadwal.
Penghapusan
utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan oleh kreditur kepada debitur,
baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian
formal diantara keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar