MATERI DISKUSI
LAPORAN
REALISASI ANGGARAN
Diajukan untuk memenuhi tugas
Matakuliah Akuntansi Pemerintahan
Dosen Pengampu: Moh. Joharudin, M.Pd.
Disusun Oleh:
1.
Muhamad
Suganda
2.
Nina
Agustina
3.
Sulvia
Alris Saputri
4.
Devy
Yanti
5.
Rifki
Indrawan
Tingkat 3D
PRODI
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SWADAYA GUNUNG JATI
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun panjatkan
kehadirat Allah SWT karena atas kekuasaan-Nya kita diberi nikmat sehat dan
nikmat akal. Shalawat serta salam juga tercurah kepada Nabi Muhammad saw,
keluarga, sahabat, dan para pengikut-Nya hingga akhir zaman.
Atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “LAPORAN
REALISASI ANGGARAN” dengan tepat waktu.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami Bapak Moh. Joharudin, M.Pd. karena
berkat bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, orang tua kami
yang selalu memberikan dukungan, teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap makalah
yang kami susun dapat bermanfaat bagi pembaca dalam usaha memperoleh pengetahuan
tentang kombinasi bisnis, sepenuhnya kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kami menerima kritik
dan saran demi perbaikan makalah kami selanjutnya.
Cirebon, Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................
Daftar isi .......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Laporan
Realisasi Anggaran........................................................
B. Ruang Lingkup Laporan Realisasi Anggaran................................................
C. Manfaat Laporan Realisasi Anggaran...........................................................
D. Basis Akuntansi.............................................................................................
E. Isi Laporan Realisasi Anggaran.....................................................................
F. Akuntansi Anggaran......................................................................................
G. Akuntasi Pendapatan.....................................................................................
H. Akuntansi Belanja..........................................................................................
I. Akuntansi Surplus Defisit..............................................................................
J. Akuntansi Pembiayaan..................................................................................
K. Akuntansi Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran...................................
L. Transaksi Pendapatan Belanja dan Pembiayaan Berbentuk
Barang...............
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyajian laporan keuangan merupakan salah satu
agenda dalam memenuhi suatu kewajiban dalam rangka pemenuhan kebutuhan bersama
sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam penyajian laporan keuangan yang disusun oleh pemerintah, harus memuat
komponen-komponen laporan keuangan yang harus dipenuhi. Salah satu
komponen laporan keuangan yang harus dipenuhi tersebut adalah laporan realisasi
anggaran.
Laporan realisasi anggaran yang disusun oleh suatu
entitas akan menyajikan laporan realisasi anggaran berdasarkan basis yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam peraturan tersebut telah
ditetapkan standar yang mengatur tentang bagaimana penyajian laporan realiasasi
anggaran yang semestinya. Tujuan dari penetapan standar laporan realisasi
anggaran adalah penetapan dasar-dasar penyajian laporan realisasi anggaran
untuk pemerintah dalam rangka untuk sebagai perwujudan pemenuhan tujuan
akuntabilitas publik.
Melalui penyusunan laporan realiasi anggaran
dapat dihasilkan informasi realisasi dan anggaran entitas pelaporan. Dari
informasi tersebut dapat dilakukan perbandingan antara anggaran dan
realisasinya. Perbandingan tersebut ditujukan untuk mengetahui sejauhmana
tingkat pencapaian target-target yang telah disepakati antara eksekutif
dan legislatif serta bagaimana proses penyerapan anggaran yang terjadi.
B. Rumusan
Masalah
a. Apa
pengertian dari Laporan Realisasi Anggaran?
b. Apa
ruang lingkup dan manfaat dari Laporan Realisasi Anggaran?
c. Apa
saja yang termasuk kedalam basis akuntansi?
C. Tujuan
Penulisan
a. Untuk
mengetahui pengertian Laporan Realisasi Anggaran.
b. Untuk
mengetahui ruang lingkup dan manfaat Laporan Realisasi Anggaran.
c. Untuk
mengetahui yang termasuk kedalam basis akuntansi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Laporan Realisasi Anggaran
Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu komponen laporan keuangan
pemerintah yang menyajikan informasi
tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding untuk suatu
periode tertentu.
Penyandingan
antara anggaran dan realisasi menunjukkan tingkat capaian target-target yang
telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi,
akuntabilitas, dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran. Berhubung
anggaran akan disandingkan dengan realisasinya maka dalam penyusunan APBD
seharusnya digunakan struktur, definisi, dan basis yang sama dengan yang
digunakan dalam pelaporannya.
B. Ruang
Lingkup dan Manfaat
Ruang
lingkup menurut PSAP No. 02 diterapkan dalam penyajian Laporan Realisasi
Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan anggaran berbasis kas.
APBD terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan
pembiayaan. Pendapatan adalah semua penerimaan kas umum daerah yang menambah
ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi
hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Belanja adalah
semua pengeluaran kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam
periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh pemerintah. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam
penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau
memanfaatkan surplus anggaran.
Pendapatan dipungut berdasarkan Undang-Undang. Oleh
karena itu jenis pendapatan yang dipungut dan/atau diterima oleh pemerintah
daerah harus sesuai dengan Undang-Undang.
Belanja mencakup seluruh jenis belanja sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Pembiayaan mencakup seluruh transaksi penerimaan
pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Disamping itu terdapat transfer antar
pemerintahan sehubungan dengan adanya desentralisasi fiskal dan perimbangan
keuangan. Bagi yang menerima dikelompokkan dalam pendapatan transfer, sedangkan
bagi yang memberikan ditampung dalam belanja transfer.
Anggaran pemerintah daerah dituangkan dalam bentuk APBD,
yang merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah, meliputi
rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan selama suatu periode
terntentu. Anggaran diukur dengan satuan rupiah. Anggaran diklasifikasikan
secara sistematis sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggaran belanja
yang dituangkan dalam Perda APBD disebut sebagai apropriasi, yaitu merupakan
anggaran yang disetujui DPRD yang merupakan mandat yang diberikan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan
yang ditetapkan. Sedangkan anggaran
pendapatan dalam Perda APBD disebut Estimasi Pendapatan.
Berdasarkan APBD selanjutnya disiapkan peraturan kepala
daerah tentang Penjabaran APBD. Anggaran
yang dialokasikan kepada setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagai
pengguna anggaran dituangkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Anggaran
pendapatan SKPD pada DPA disebut Estimasi Pendapatan yang Dialokasikan.
Anggaran belanja pada DPA disebut Allotment. Dengan demikian, LRA SKPD
membandingkan antara realisasi terhadap
alokasi anggaran dalam DPA SKPD yang bersangkutan, sedangkan untuk LRA di tingkat pemerintah daerah realisasi
anggaran dibandingkan dengan estimasi pendapatan dan apropriasi yang tertuang
dalam APBD.
LRA
menyediakan informasi mengenai realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer,
surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang
masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya.
Dalam
laporan realisasi anggaran akan menyediakan informasi mengenai realisasi
pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA dan pembiayaan dari
suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya.
Melalui informasi yang dihasilkannya akan membantu para pengguna laporan
keuangan dalam menentukan proses pengambilan keputusan selanjutnya, serta
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi dan
akuntabilitas publik.
Dengan
laporan LRA tersebut, dapat diperoleh informasi yang menunjukkan ketaatan
entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:
1.
Penyediaan informasi mengenai sumber, alokasi dan
penggunaan sumber daya ekonomi.
2.
Penyediaan informasi mengenai realisasi anggaran
secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal
efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
Dalam
laporan realisasi anggaran akan diperoleh informasi yang berguna untuk memprediksi
sumber daya ekonomi yang akan diterima dalam periode mendatang yang akan
digunakan untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah. Laporan
realisasi anggaran tersebut dapat menyediakan informasi kepada para pengguna
laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi yang
telah dilaksanakan secara efisien, efektif dan hemat, sesuai dengan anggaran
serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Basis
Akuntansi
a.
Basis Anggaran dan Basis Akuntansi
Anggaran pemerintah
disusun dengan basis kas. Akuntansi pemerintah pada dasarnya merupakan
akuntansi anggaran, maka basis akuntansi yang digunakan seharusnya sama dengan
basis anggaran. Pada saat ini Pemerintah Indonesia masih menggunakan basis kas,
baik untuk anggaran maupun akuntansi realisasi anggarannya.
Apabila ada
pemerintah daerah yang menerapkan basis akrual penuh dalam sistem akuntansinya,
termasuk untuk pendapatan dan belanja, maka dalam penyusunan LRA, laporan yang
dihasilkan dari basis akrual tersebut harus dikonversi ke LRA berbasis kas.
Konversi dari LRA berbasis akrual ke LRA wajib disajikan dan diungkapkan dalam
Catatan atas Laporan keuangan sebagaimana diatur dalam PSAP No. 04 tentang
Catatan atas Laporan Keuangan.
b.
Pendapatan LRA
Sistem penerimaan
pendapatan pemerintah daerah diatur dalam Peraturan Daerah. Pada umumnya
terdapat dua sistem penerimaan:
-
Wajib
bayar/masyarakat langsung menyetor ke rekening Kas Umum Daerah.
-
Wajib
bayar/masyarakat menyetor ke juru pungut/Bendahara Penerimaan, selanjutnya
Bendahara Penerimaan tersebut menyetor ke rekening Kas Umum Daerah.
Dengan menggunakan
basis kas, pendapatan diakui pada saat diterima pada rekening Kas Umum
Negara/Kas Umum Daerah. Oleh karena itu, pada saat uang diterima juru
pungut/Bendahara Penerimaan, jumlah tersebut belum diakui sebagai pendapatan
daerah, pengakuannya baru dilakukan setelah uang tersebut disetor ke rekening
Kas Umum Daerah.
c.
Belanja
Sistem pembayaran dalam pelaksanaan anggaran ada dua,
yaitu:
-
Pembayaran
langsung kepada yang berhak
-
Pembayaran
dengan dana kas kecil melalui Bendahara Pengeluaran.
Berdasarkan Basis
Kas sebagaimana diatur dalam PSAP No. 2, belanja diakui pada saat terjadinya
pengeluaran dari rekening Kas Umum Negara/Kas Umum Daerah. Khusus pengeluaran
melalui Bendahara Pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban
atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang menjalankan fungsi
perbendaharaan (SKPKD).
Dengan demikian,
untuk pembayaran langsung kepada pihak ketiga/vendor pengakuan belanjanya dilakukan
pada saat uang dikeluarkan, yaitu pada saat diterbitkannya Surat Perintah
Pencairan Dana Langsung (SP2D LS). Sedangkan untuk pembayaran dengan dana kas
kecil, pada saat diterbitkannya SP2D untuk pemberian uang persediaan kepada
Bendahara Pengeluaran (SP2D UP) ataupun untuk penambahan uang persediaan (SP2D
TU) belum diakui sebagai belanja. Pengeluaran tersebut merupakan transaksi
transito yang belum membebani anggaran. Pengakuan belanja baru dilakukan
setelah pengeluaran yang dilakukan dipertanggungjawabkan olah Bendahara
Pengeluaran dan telah diverifikasi serta disetujui oleh pejabat yang berwenang,
ditandai dengan diberikannya pengganti uang persediaan dengan diterbitkannya
SP2D GU.
d.
Penerimaan Pembiayaan
Pelaksanaan
anggaran pembiayaan merupakan kewenangan Bendahara Umum Daerah. Penerimaan
pembiayaan diakui pada saat diterima kas pada rekening Kas Umum Negara/Kas Umum
Daerah. Dengan demikian, perlakuan pengakuan penerimaan pembiayaan ini sama
dengan pengakuan pendapatan sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu.
e.
Pengeluaran Pembiayaan
Pengeluaran
pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan kas dari rekening Kas Umum Negara/Kas
Umum Daerah.
Pengeluaran pembiayaan antara lain untuk pemberian pinjaman, penyertaan modal,
dan pembentukan dana cadangan. Pembayarannya dapat dilakukan melalui pembayaran
langsung atau melalui Bendahara Pengeluaran dengan uang persediaan.
Pengakuannya sama dengan pengakuan belanja, yaitu untuk pembayaran langsung
diakui pada saat diterbitkannya SP2D LS sedangkan untuk pembayaran melalui uang
persediaan dilakukan setelah pertanggungjawaban atas pengeluaran ini
diverifikasi dan disetujui oleh SKPKD.
D. Isi Laporan Realisasi
Anggaran
a.
Pendapatan LRA
Semua penerimaan Rekening Kas
Umum Negara/Daerah yang menambah saldo anggaran lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak
pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Pendapatan daerah berasal
dari Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Lain-lain pendapatan yang
Sah.
1.
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli
Daerah merupakan pajak yang dihasilkan dari daerah itu sendiri, terdiri dari:
- Pendapatan Pajak Daerah
- Pendapatan
Retribusi Daerah
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
- Lain-lain PAD
2.
Pendapatan Transfer
Pendapatan Transfer merupakan pendapatan yang berasal
dari entitas pelaporan lain, seperti Pemerintah Pusat atau daerah otonom lain
dalam rangka perimbangan keuangan. Transfer dari Pemerintah Pusat terdiri dari
Dana Perimbangan sesuai dengan UU No. 33/2004 dan transfer lainnya sebagaimana
diatur dalam UU Otonomi Khusus bagi Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam, atau
dalam UU APBN. Transfer dari Daerah Otonom lainnya antara lain seperti Bagi
Hasil dari Pemerintah Provinsi ke Kabupaten/Kota untuk Pajak Bahan Bakar, Pajak
Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Air
Bawah Tanah dan Air Permukaan.
3.
Lain-lain Pendapatan yang sah
Lain-lain Pendapatan yang Sah adalah pendapatan lainnya
selain yang disebutkan di atas, yang diperkenankan menurut peraturan
perundang-undangan, misalnya hibah dan dana darurat.
b.
Belanja
Belanja diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, dan
ekonomi. Klasifikasi belanja menurut
organisasi artinya anggaran dialokasikan ke organisasi sesuai dengan struktur
organisasi pemerintah daerah yang bersangkutan. Klasifikasi menurut organisasi
ini tidak disajikan di lembar muka laporan keuangan, melainkan disajikan di
Catatan atas Laporan Keuangan.
1.
Klasifikasi Fungsi
Klasifikasi belanja menurut fungsi pemerintahan adalah
sebagai berikut:
- Pelayanan Umum
- Pertahanan
- Ketertiban dan Keamanan
- Ekonomi
- Lingkungan Hidup
- Perumahan dan Fasilitas Umum
- Kesehatan
- Pariwisata dan Budaya
- Agama
- Pendidikan
- Perlindungan Sosial
Klasifikasi fungsi ini diisi sesuai dengan urusan (affair)
pemerintahan. Dengan demikian, klasifikasi fungsi ini perlu dilihat
hubungannya dengan program dan kegiatan suatu entitas atau satuan kerja.
Klasifikasi fungsi ini disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Berdasarkan
UU No. 17/2003 fungsi Pertahanan hanya berlaku untuk Pemerintah Pusat.
1.
Belanja Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Tak Terduga
Berdasarkan karakternya belanja dikelompokkan menjadi
Belanja Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Tak Terduga. Belanja Operasi adalah
pengeluaran anggaran untuk kegiatan
sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek.
Belanja Operasi antara lain meliputi
belanja pegawai, belanja barang non investasi, pembayaran bunga utang, subsidi,
hibah, bantuan sosial, dan belanja operasional lainnya.
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan
aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi. Belanja modal antara lain belanja modal untuk perolehan tanah,
gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi, dan jaringan, aset
tetap lainnya, dan aset tak berwujud.
Belanja Tak Terduga adalah pengeluaran anggaran untuk
kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga
lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
pemerintah daerah.
2.
Klasifikasi Ekonomi
Klasifikasi ekonomi adalah klasifikasi belanja
berdasarkan jenis belanjanya, terdiri dari:
Belanja Operasi:
- Belanja Pegawai xxx
- Belanja Barang xxx
- Bunga xxx
- Subsidi xxx
- Hibah xxx
- Bantuan Sosial xxx
- Belanja Operasi-lainnya xxx
Belanja
Modal:
- Belanja Modal - Tanah xxx
- Belanja Modal – Peralatan dan mesin xxx
- Belanja Modal – Gedung dan Bangunan xxx
- Belanja Modal – Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx
- Belanja Modal – Aset Tetap Lainnya xxx
- Belanja Modal - Aset Lainnya xxx
Belanja Tak Terduga xxx
c.
Transfer
Transfer yang
dimaksud di sini adalah transfer keluar, yaitu pengeluaran uang dari suatu
entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain, seperti pengeluaran dana
perimbangan dan dana bagi hasil. Contoh: bagi pemerintah provinsi terdapat bagi
hasil ke kabupaten/kota, bagi pemerintah kabupaten terdapat bagi hasil ke desa.Penerimaan/pengeluaran
uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk
dana perimbangan dan dana bagi hasil.
d.
Surplus/defisit LRA
Surplus/Defisit
timbul sehubungan dengan penggunaan anggaran defisit, di mana jumlah pendapatan
tidak sama dengan jumlah belanja. Surplus adalah selisih lebih antara
pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Defisit
adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode
pelaporan. Selisih lebih/kurang antara
pendapatan – LRA dan belanja selama satu
periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit LRA.
e.
Penerimaan Pembiayaan
Semua
penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan
obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan
kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi
permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.
f.
Pengeluaran Pembiayaan
Semua
pengeluaran Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada fihak ketiga,
penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode
tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan.
g.
Pembiayaan Neto
Pembiayaan Neto
adalah selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan.
Apabila manajemen keuangan pemerintah dilakukan dengan baik maka jumlah
pembiayaan netto ini seharusnya mendekati jumlah surplus/defisit anggaran
karena pembiayaan dimaksudkan untuk memanfaatkan surplus atau menutup defisit
anggaran.Selisih antara penerimaan pembiayaan setelah dikurangi pengeluaran
pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu.
h.
Sisa Lebih/kurang pembiayaan anggaran (SILPA/SIKPA)
Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama
satu periode pelaporan.Dalam
penyusunan APBD, SILPA/SIKPA akan selalu nihil karena jumlah surplus atau
defisit harus ditetapkan rencana pemanfaatannya atau penutupannya. Namun dalam
realisasi anggaran pada umumnya SILPA akan muncul. Jumlah ini merupakan selisih
antara penerimaan anggaran dikurangi dengan pengeluaran anggaran. Dengan kata
lain jumlah ini diperoleh dengan menjumlahkan surplus/defisit dengan pembiayaan
neto.LRA dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang
memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan
keuangan, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan
realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap
perlu untuk dijelaskan.
E. Akuntansi
Anggaran
Akuntansi anggaran
merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang digunakan
untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
Akuntansi anggaran
diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan,
belanja, dan pembiayaan. Anggaran pendapatan meliputi estimasi
pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran
belanja terdiri dari apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit
anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Akuntansi anggaran
diselenggarakan pada saat anggaran disahkan, anggaran dialokasikan, dan
anggaran direalisasikan. Pengesahan anggaran ditandai dengan terbitnya Perda
APBD. Akuntansi diselenggarakan di SKPD dan di BUD. Akuntansi di SKPD
dimaksudkan untuk menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca. Akuntansi
di tingkat BUD terutama dimaksudkan untuk menghasilkan Laporan Arus Kas.
Akuntansi anggaran
untuk Perda APBD dilakukan di BUD. Ilustrasi akuntansi untuk anggaran yang
disahkan dengan Perda APBD adalah:
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Estimasi Pendapatan
|
xxx
|
|||
Apropriasi Belanja
|
xxx
|
|||
Surplus/Defisit
|
xxx
|
|||
Estimasi Penerimaan Pembiayaan
|
xxx
|
|||
Pembiayaan Neto
|
xxx
|
|||
Apropriasi Pengeluaran
Pembiayaan
|
xxx
|
Pada saat alokasi anggaran dituangkan dalam
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA SKPD), berarti Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) mempunyai hak untuk menggunakan dana maksimal sebesar anggaran belanja yang
dialokasikan dan SKPD mempunyai kewajiban untuk menyetorkan pendapatan ke BUD
sebesar alokasi estimasi pendapatan yang dituangkan di DPA SKPD. Jurnal
pengalokasian dana berupa DPA-SKPD dicatat seperti berikut:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Estimasi Pendapatan yg Dialokasikan
|
xxx
|
|||
Utang kepada BUD
|
xxx
|
|||
Piutang kepada BUD
|
xxx
|
|||
Allotment Belanja
|
xxx
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Alokasi Estimasi
Pendapatan
|
xxx
|
|||
Alokasi Apropriasi Belanja
|
xxx
|
Apabila pemerintah belum siap melaksanakan akuntansi
anggaran maka, anggaran yang disahkan dan anggaran yang dialokasikan dapat
dicatat secara tata buku tunggal (single entry accounting).
F. Akuntansi
Pendapatan
Pendapatan diakui
pada saat kas diterima pada rekening Kas Umum Daerah. Seperti diuraikan di atas
bahwa penerimaan pendapatan dapat dilakukan melalui bendahara penerimaan atau
langsung disetor ke kas daerah. Apabila pendapatan lansung disetor ke kas
daerah, maka SKPD akan mengakui adanya realisasi pendapatan dan penurunan Utang
kepada BUD. Oleh karena itu,
transaksi ini dicatat dengan mendebet Utang kepada BUD dan mengkredit
Pendapatan. Apabila pendapatan disetor melalui bendahara penerimaan, maka SKPD
akan mendebet Kas di Bendahara Penerimaan dan mengkredit Pendapatan yang
Ditangguhkan. Pendapatan yang Ditangguhkan mencerminkan adanya kewajiban bagi
SKPD untuk menyetorkan pendapatan tersebut ke rekening Kas Umum Daerah. Oleh
karena itu, Pendapatan yang Ditangguhkan merupakan utang SKPD kepada BUD. Apabila
pendapatan tersebut disetorkan, maka SKPD mendebet Utang kepada BUD dan
mengkredit Pendapatan. Selanjutnya dilakukan jurnal balik atas penerimaan kas
yang semula ditampung dalam akun Pendapatan yang Ditangguhkan. Jurnal balik
dilakukan dengan mendebet Pendapatan
yang Ditangguhkan dan mengkredit Kas di Bendahara Penerimaan.
BUD tidak melakukan
pencatatan pada saat kas diterima oleh bendahara penerimaan. BUD melakukan
pencatatan pada saat kas telah disetorkan dan diterima pada rekening Kas Umum
Daerah, dengan mendebet Kas di Kas Daerah dan mengkredit pendapatan sesuai
dengan jenisnya. Pada tanggal pelaporan perlu dilakukan rekonsiliasi pendapatan
antara SKPD dan BUD.
Dokumen sumber
untuk pengakuan pendapatan antara lain berupa surat tanda setoran, nota kredit,
dan bukti penerimaan lainnya yang dianggap sah.
Berikut ini
ilustrasi akuntansi untuk penerimaan pendapatan pajak:
Pendapatan yang disetor ke BUD
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Utang kepada BUD
|
xxx
|
|||
Pendapatan
|
xxx
|
|||
(Buku Pembantu: sesuai
dengan jenis pajak)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Kas Daerah
|
xxx
|
|||
Pendapatan ....
|
xxx
|
|||
(Buku Pembantu: sesuai
dengan jenis pajak)
|
Pendapatan melalui Kas Bendahara Penerimaan
SKPD
Penerimaan
Kas oleh Bendahara Penerimaan
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas Bendahara Penerimaan
|
xxx
|
|||
Pendapatan yang Ditangguhkan
|
xxx
|
|||
(Buku Pembantu: sesuai
dengan jenis pajak)
|
Penyetoran
kas oleh SKPD kepada BUD
Jurnal 1
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Utang kepada BUD
|
xxx
|
|||
Pendapatan
|
xxx
|
|||
(Buku Pembantu: sesuai
dengan jenis pajak)
|
Jurnal 2
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Pendapatan yang
Ditangguhkan
|
xxx
|
|||
Kas Bendahara Penerimaan
|
xxx
|
|||
(Buku Pembantu: sesuai
dengan jenis pajak)
|
BUD
Penerimaan
Kas pada SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Tidak ada Jurnal
|
||||
Penerimaan Setoran Kas dari SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Kas Daerah
|
xxx
|
|||
Pendapatan....
|
xxx
|
|||
(Buku Pembantu: sesuai dengan
jenis pajak)
|
Akuntansi pendapatan dilaksanakan
berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak
mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
Contoh:
Pemerintah Provinsi X memberikan kuasa kepada
PT Y untuk melakukan pemungutan Pajak Bahan Bakar dengan memberikan upah pungut
sebesar 2% dari jumlah penerimaan. Dalam bulan Mei 2006 jumlah penerimaan Pajak
Bahan Bakar Rp100 juta, dengan upah pungut yang dipotong langsung Rp2 juta.
Jurnal untuk contoh tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Utang Kepada BUD
|
100 juta
|
|||
Pendapatan Pajak
|
100 juta
|
|||
(Buku Pembantu: Pajak
Bahan Bakar)
|
||||
Belanja Barang
|
2 juta
|
|||
Piutang dari BUD
|
2 juta
|
|||
(Untuk mencatat upah pungut)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Kas Daerah
|
100 juta
|
|||
Pendapatan Pajak
|
100 juta
|
|||
(Buku Pembantu: Pajak
Bahan Bakar)
|
||||
Belanja Barang
|
2 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
2 juta
|
|||
(Untuk mencatat upah
pungut)
|
Terhadap pendapatan yang
berasal dari penjualan aset tetap/lainnya perlu ada jurnal pendamping untuk
mengakui penurunan aset yang bersangkutan pada SKPD. Jurnal pendamping ini
sering disebut Jurnal Korolari.
Sebagai contoh:
Diterima hasil penjualan kendaraan bermotor
sebesar Rp10 juta. Harga perolehan kendaraan tersebut Rp20 juta.
Jurnal untuk mencatat transaksi
tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Utang kepada BUD
|
10 juta
|
|||
Pendapatan Lain-lain PAD
|
10 juta
|
|||
(Untuk mencatat hasil
penjualan kendaraan)
|
||||
Diinvestasikan dalam Aset
Tetap
|
20 juta
|
|||
Peralatan dan Mesin
|
20 juta
|
|||
(Untuk mencatat mesin yang
dijual)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Kas Daerah
|
10 juta
|
|||
Pendapatan Lain-lain PAD
|
10 juta
|
|||
(Untuk mencatat hasil
penjualan kendaraan)
|
Apabila terdapat
pengembalian pendapatan maka harus dianalisis terlebih dahulu sifat
pengembalian tersebut. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode
penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang
pendapatan. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi
pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada
periode yang sama.
Contoh:
Berdasarkan peraturan perundang-undangan
pembayaran Pajak X dibayar secara cicilan setiap bulan berdasarkan jumlah pajak
yang dibayar pada tahun sebelumnya. Dalam tahun 2005 jumlah pajak yang sudah
dibayar setap bulan sebesar Rp1.200.000,00. Ternyata setelah diperhitungkan
pada akhir tahun, pajak yang menjadi beban perusahaan tersebut pada tahun 2005
hanya Rp1.000.000,00. Pengembalian kelebihan pajak Rp200.000,00 ini dibayarkan
pada bulan Maret 2006.
Jurnal
untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2006 tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Pendapatan Pajak
|
200 juta
|
|||
Utang kepada BUD
|
200 juta
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Pendapatan Pajak
|
200 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
200 juta
|
Koreksi dan pengembalian
yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi
pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada
periode yang sama.
Contoh:
Pada periode Januari sampai
dengan November 2005 terdapat penerimaan
pendapatan retribusi ijin mendirikan bangunan sebesar Rp100 juta. Pada bulan Desember 2005 diketemukan adanya
kesalahan dan kelebihan penerimaan sebesar Rp5 juta. Kelebihan ini dikembalikan
kepada yang berhak pada bulan Desember 2005.
Jurnal
untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2005 tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Pendapatan Retribusi
|
5 juta
|
|||
Utang kepada BUD
|
5 juta
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Pendapatan Retribusi
|
5 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
5 juta
|
Koreksi dan pengembalian
yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi
pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada
periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.
Contoh:
Pada tahun 2005 terdapat penjualan tanah
pemda seluas 1.050 m2 dengan harga Rp1.000,00 per m2.
Pada tahun 2005 telah diterima seluruhnya. Pada tahun 2006 oleh pembeli
dilakukan pengukuran ulang, ternyata luasnya hanya 1.000 m2, sehingga
Pemerintah daerah harus mengembalikan 50 x Rp1.000,00 = Rp50.000,00. Pada tahun
2006 tidak terjadi lagi penjualan tanah oleh pemda.
Pengembalian pendapatan yang diterima tahun
lalu pada umumnya dibayar oleh BUD maka transaksi ini tidak dibukukan oleh
SKPD. Transaksi tersebut mengurangi ekuitas dana. Pengembalian tersebut dicatat
oleh BUD dengan mendebet SILPA dan mengkredit Kas di Kas Daerah.
Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada
tahun 2006 tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Tidak ada Jurnal
|
||||
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
SILPA (Pengembalian Pendapatan)
|
50.000
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
50.000
|
G. Akuntansi Belanja
Dalam manajemen anggaran, pada prinsipnya
belanja baru dapat dibayarkan setelah barang/jasa yang dibeli diterima
Pemerintah. Pembayaran belanja dapat dilakukan secara langsung (LS) atau
melalui dana kas kecil yang diberikan kepada para bendahara pengeluaran.
1.
Pembayaran Langsung
Pembayaran diberikan secara
langsung kepada yang berhak jika jumlah, peruntukan, dan penerimanya sudah
pasti. Dokumen sumber untuk merekam
pembayaran ini adalah Surat Perintah Membayar dan Surat Perintah Pencairan Dana
Langsung (SP2D LS).
Contoh:
Pembayaran gaji pegawai bulan Juni 2006
dengan SP2D LS sebesar Rp50 juta. Dari
jumlah tersebut terdapat potongan PPh, Askes, Taspen, dan Taperum
sebesar Rp3 juta.
Jurnal untuk pembayaran gaji pegawai
tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Pegawai
|
50 juta
|
|||
Piutang dari BUD
|
50 juta
|
|||
(Untuk mencatat belanja pegawai)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Pegawai
|
50 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
50 juta
|
|||
(Untuk mencatat belanja pegawai)
|
||||
Kas di Kas Daerah
|
3 juta
|
|||
Penerimaan PFK
|
3 juta
|
Potongan atas pembayaran
yang dilakukan pemerintah untuk kepentingan pihak lain dicatat sebagai
penerimaan PFK, sebaliknya pada saat disetorkan kepada pihak lain yang berhak
dicatat sebagai Penyetoran PFK. Penerimaan dan penyetoran PFK ini bukan
transaksi anggaran tetapi dalam istilah keuangan dikenal sebagai transaksi
transito. Oleh karena itu penerimaan/pengeluaran PFK tidak disajikan dalam LRA
tetapi disajikan dalam Laporan Arus Kas.
Contoh:
Apabila potongan sebesar Rp3 juta di atas
disetor ke Kas Negara akan dijurnal:
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Pengeluaran PFK
|
3 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
3 juta
|
|||
(Untuk mencatat penyetoran
PFK)
|
Apabila terdapat belanja
untuk perolehan aset tetap atau aset lainnya, maka pada saat terjadi pembayaran
tidak hanya dilakukan pencatatan belanja tetapi sekaligus perolehan asetnya.
Pencatatan aset tetap yang diperoleh dapat dilakukan dengan menggunakan jurnal
pendamping yang seringkali dikenal sebagai jurnal korolari.
Contoh:
Dibeli mesin fotocopy seharga Rp60 juta dari
PT Tritanu dan sudah dibayar secara langsung dengan SP2D LS pada tanggal 30 Mei
2006.
Jurnal untuk pembelian mesin fotocopy tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Modal – Peralatan
dan Mesin
|
60 juta
|
|||
Piutang dari BUD
|
60 juta
|
|||
(Untuk mencatat realisasi
belanja modal)
|
||||
Peralatan dan Mesin
|
60 juta
|
|||
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
60 juta
|
|||
(Untuk mencatat perolehan mesin fotocopy)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Modal – Peralatan
dan Mesin
|
60 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
60 juta
|
|||
(Untuk mencatat realisasi
belanja modal)
|
2.
Pembayaran melalui Dana Kas Kecil
Dana kas kecil digunakan
pemerintah untuk membayar keperluan sehari-hari perkantoran. Pada dasarnya
pemerintah menggunakan sistem dana tetap. Dana kas kecil ini disebut Uang
Persediaan (UP). Pada saat uang persediaan diberikan kepada para Bendahara
Pengeluaran belum membebani belanja. Belanja baru diakui setelah pengeluaran
tersebut dipertanggungjawabkan dan disahkan oleh unit perbendaharaan, dalam hal
ini Kuasa BUD, ditandai dengan terbitnya SPM GU atau SPM GU Nihil.
Contoh:
Diberikan uang persediaan
sebesar Rp10 juta kepada Sdr. Zulfikar, Bendahara pengeluaran di Dinas
Perindustrian.
Jurnal untuk pemberian uang
persediaan tersebut adalah:
SKPD
No.
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Bendahara
Pengeluaran
|
10 juta
|
|||
Uang Muka dari BUD
|
10 juta
|
|||
(Untuk mencatat pemberian uang muka kerja)
|
BUD
No.
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Uang Muka Kepada SKPD
|
10 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
10 juta
|
|||
(Untuk mencatat pemberian uang muka kerja)
|
Pada saat dibelanjakan oleh Bendahara
Pengeluaran belum diakui sebagai belanja. Pada saat dipertanggungjawabkan
barulah diakui sebagai belanja. Dengan sistem dana tetap, maka dalam tahun
berjalan kepada SKPD akan diberikan SP2D GU sebagai pengganti uang yang telah
dibelanjakan sehingga UP di Bendahara Pengeluaran kembali ke jumlah UP semula.
Contoh:
Dari UP telah dibelanjakan Rp8 juta untuk
biaya perjalanan dinas. Pengeluaran tersebut dipertanggungjawabkan ke SKPKD dan
setelah diverifikasi pengeluaran tersebut disetujui. Selanjutnya diberikan
pengganti dengan menerbitkan SP2D-GU sebesar Rp8 juta.
Jurnal untuk pertanggungjawaban UP serta penggantian tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Barang
|
8 juta
|
|||
Piutang dari BUD
|
8 juta
|
|||
(Untuk mencatat belanja
perjalanan dinas)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Barang
|
8 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
8 juta
|
|||
Dalam hal terdapat kebutuhan pengeluaran kas yang besar, melebihi UP
yang tersedia, SKPD dapat mengajukan permintaan tambahan uang persediaan (TUP)
kepada BUD. Perlakuan akuntansi TUP ini adalah
seperti dana kas kecil dengan sistem dana berfluktuasi. TUP ini harus
dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan. Terhadap TUP yang telah
dipertanggungjawabkan tidak diberikan penggantian. Sebagai pengesahan atas
pertanggungjawaban TUP diterbitkan SP2D GU Nihil.
Contoh:
Diberikan TUP Rp 25 juta kepada Bendahara
Pengeluaan Dinas Perdagangan.
Jurnal untuk pemberian TUP adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Bendahara
Pengeluaran
|
25 juta
|
|||
Uang Muka dari BUD
|
25 juta
|
|||
(Untuk mencatat TUP)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Uang Muka ke SKPD
|
25 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
25 juta
|
|||
(Untuk mencatat TUP)
|
Dari TUP tersebut telah dikeluarkan untuk belanja perjalanan dan telah
dipertanggungjawabkan sebesar Rp20 juta dan telah diterbitkan SP2D GU Nihil.
SKPD
Jurnal 1: untuk mengakui
realisasi belanja
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Barang
|
20 juta
|
|||
Piutang dari BUD
|
20 juta
|
|||
(Untuk mencatat belanja
perjalanan dinas)
|
Jurnal 2:
untuk mengurangi uang muka
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Uang muka dari BUD
|
20 juta
|
|||
Kas di Bendahara Pengeluaran
|
20 juta
|
|||
(Untuk mencatat belanja
perjalanan dinas)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Barang
|
20 juta
|
|||
Uang Muka ke SKPD
|
20 juta
|
|||
Pemerintah pada umumnya mengeluarkan
ketentuan tentang batas akhir penerbitan SP2D GU sebagai pengganti UP yang
telah dikeluarkan oleh Bendahara Pengeluaran. Pertanggungjawaban atas
pengeluaran UP yang telah melewati batas akhir penerbitan SP2D GU tidak diberikan
penggantian kas. Pengesahan atas pertanggungjawaban pengeluaran akan
diterbitkan SP2D GU Nihil. Sisa UP pada akhir tahun anggaran disetor kembali ke
rekening Kas Umum Daerah. Sebagai
bukti penyetoran akan diperoleh Surat Tanda Setoran (STS). Demikian pula sisa
TUP, apabila kegiatan sudah selesai maka sisa TUP harus disetor kembali ke
rekening Kas Umum Daerah.
Contoh:
Dari UP sejumlah Rp10 juta telah
dibelanjakan Rp9 juta untuk belanja barang dan jasa. Pengeluaran ini
dipertanggungjawabkan pada tanggal 27 Desember 2005. Terhadap pengeluaran ini
tidak diberikan penggantian UP, tetapi diterbitkan SPM dan SP2D GU Nihil.
Jurnal
SPM dan SP2D GU Nihil, adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Barang
|
9 juta
|
|||
Piutang dari BUD
|
9 juta
|
|||
Uang Muka dari BUD
|
9 juta
|
|||
Kas di Bendahara
Pengeluaran
|
9 juta
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Barang
|
9 juta
|
|||
Uang muka ke SKPD
|
9 juta
|
Terhadap
sisa UP akan disetor kembali ke rekening Kas Umum Daerah.
Contoh:
Sisa
UP untuk contoh di atas adalah Rp1 juta. Jumlah
tersebut disetor ke Kas Daerah pada tanggal 2 Januari 2006.
Jurnal
untuk setoran sisa UP adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Uang Muka dari BUD
|
1 juta
|
|||
Kas di Bendahara
Pengeluaran
|
1 juta
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Kas Daerah
|
1 juta
|
|||
Uang Muka ke SKPD
|
1 juta
|
3. Penerimaan Kembali Belanja
Walaupun pembayaran belanja
telah dilakukan secara hati-hati, namun kadang-kadang terjadi
kesalahan/kelebihan sehingga ada koreksi atau penerimaan kembali belanja di
kemudian hari. Koreksi atas pengeluaran
belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran
belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila
diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan
dalam Pendapatan lain-lain PAD.
Contoh:
Pada bulan Juni 2006
diterima kembali belanja pegawai bulan Maret 2006 sejumlah Rp2 juta.
Jurnal untuk penerimaan
kembali belanja tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Piutang dari BUD
|
2 juta
|
|||
Belanja Pegawai
|
2 juta
|
|||
(Untuk mencatat penerimaan
kembali belanja pegawai)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Kas Daerah
|
2 juta
|
|||
Belanja Pegawai
|
2 juta
|
|||
(Untuk mencatat penerimaan
kembali belanja pegawai)
|
Contoh:
Pada
bulan Juni 2006 diterima pengembalian belanja perjalanan dinas sejumlah Rp5
juta dari seorang pegawai yang dibayarkan pada tahun 2005.
Jurnal
untuk penerimaan kembali belanja tersebut adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Utang kepada BUD
|
5 juta
|
|||
Pendapatan lain-lain PAD
|
5 juta
|
|||
(Untuk mencatat penerimaan kembali
belanja perjalanan dinas tahun lalu)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Kas Daerah
|
5 juta
|
|||
Pendapatan Lain-lain PAD
|
5 juta
|
|||
(Untuk mencatat penerimaan
kembali belanja perjalanan dinas tahun lalu)
|
H.
Akuntansi Surplus/Defisit
Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja selama satu
periode pelaporan. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja
selama satu periode pelaporan. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan
belanja selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit.
Surplus/defisit diperoleh melalui jurnal penutup pendapatan dan belanja.
Perhitungan Surplus/defisit dilakukan di tingkat pemerintah daerah (BUD)
melalui jurnal penutup pada saat dilakukan proses penggabungan di BUD. Di SKPD
tidak dilakukan penandingan antara pendapatan dan belanja sehingga tidak ada
surplus/defisit.
Dalam ilustrasi ini
digunakan pendekatan penutupan akun secara berjenjang. Di SKPD, akun realisasi
anggaran ditutup ke akun alokasi anggaran dalam DPA SKPD.
Contoh:
Estimasi pendapatan di DPA SKPD Rp10 juta
dan realisasi pendapatan Rp9 juta.
Allotment Belanja sebesar Rp20
juta dan realisasi belanja Rp18 juta.
Jurnal penutup di SKPD adalah:
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Pendapatan
|
9 juta
|
|||
Utang kepada BUD
|
1 juta
|
|||
Estimasi Pendapatan yang dialokasikan
|
10 juta
|
|||
Allotment Belanja
|
20 juta
|
|||
Piutang dari BUD
|
2 juta
|
|||
Belanja ...
|
18 juta
|
Selanjutnya penutupan akun pendapatan dan belanja serta anggarannya di
BUD dapat diilustrasikan berikut ini.
Contoh:
Estimasi Pendapatan Rp1.000 miliar dan realisasi Pendapatan Rp950 miliar. Sementara Apropriasi Belanja Rp1.250 miliar dan
Realisasi Belanja Rp1.100 miliar.
Jurnal Penutup
(Rp miliar)
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Des 31
|
Apropriasi Belanja
|
1.250
|
||
Alokasi Apropriasi Belanja
|
1.250
|
|||
Des 31
|
Alokasi Estimasi Pendapatan
|
1.000
|
||
Estimasi Pendapatan
|
1.000
|
|||
Des 31
|
Pendapatan
|
950
|
||
Surplus/Defisit
|
150
|
|||
Belanja
|
1.100
|
|||
I.
Akuntansi Pembiayaan
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah,
baik penerimaan maupun pengeluaran, yang
perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah
terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus
anggaran. Transaksi pembiayaan dapat berupa transaksi penerimaan pembiayaan dan
pengeluaran pembiayaan.
1.
Akuntansi Penerimaan Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan adalah
semua penerimaan kas daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman,
penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan daerah, penerimaan
kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, dan penjualan investasi
permanen lainnya. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima di Kas
Daerah.
Terhadap setiap penerimaan pembiayaan dibuat
2 (dua) jurnal. Pertama, untuk mengakui realisasi penerimaan anggaran, kedua,
jurnal korolari untuk mengakui akun neraca terkait yang dipengaruhi transaksi
tersebut.
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) huruf i, k,
l, dan m UU 1/2004, bahwa Bendahara Umum Daerah berwenang untuk:
·
menempatkan uang daerah dan
mengelola/menatausahakan investasi.
·
menyiapkan pelaksanaan
pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah.
·
melaksanakan pemberian
pinjaman atas nama pemerintah daerah.
·
melakukan
pengelolaan utang dan piutang daerah.
Berdasarkan kewenangan tersebut, transaksi-transaksi yang berkaitan
dengan pembiayaan dicatat dan dibukukan oleh Bendahara Umum Daerah.
Contoh:
Pada
tahun 2006 diterima pinjaman dari Pemerintah Pusat sejumlah Rp500 juta. Pinjaman ini merupakan pinjaman jangka panjang, yang akan diangsur
selama 5 tahun mulai tahun 2008.
Jurnal
untuk penerimaan pinjaman tersebut adalah:
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Kas Daerah
|
500 juta
|
|||
Penerimaan Pinjaman
|
500 juta
|
|||
Dana yg harus disediakan untuk
pembayaran utang jk panjang
|
500 juta
|
|||
Utang kepada Pemerintah
Pusat
|
500 juta
|
2.
Akuntansi
Pengeluaran Pembiayaan
Pengeluaran pembiayaan
adalah semua pengeluaran kas daerah karena memberikan pinjaman kepada pihak
ketiga, pembentukan dana cadangan, penyertaan modal pemerintah, dan pembayaran
kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkannya kas dari Kas
Daerah.
Contoh:
Dikeluarkan uang sejumlah Rp100 juta sebagai penyertaan modal pada
PDAM.
Jurnal untuk pengeluaran penyertaan modal
pada PDAM tersebut adalah:
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Pengeluaran Penyertaan
Modal Pemda
|
100 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
100 juta
|
|||
(Untuk mencatat penyertaan
modal pada PDAM)
|
||||
Penyertaan Modal Pemda
|
100 juta
|
|||
Diinvestasikan dalam Investasi Jk Panjang
|
100 juta
|
|||
(Untuk mencatat penyertaan
modal pada PDAM)
|
3.
Akuntansi
Pembiayaan Neto
Pembiayaan neto adalah selisih antara
penerimaan pembiayaan setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode
tahun anggaran tertentu. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran
pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan Neto.
Contoh:
Selama satu tahun anggaran, penerimaan
pembiayaan berasal dari penerimaan pinjaman sejumlah Rp200 juta, dan
pengeluaran pembiayaan hanya untuk penyertaan modal sejumlah Rp250 juta.
Jurnal penutupnya adalah:
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Penerimaan Pinjaman
|
200 juta
|
|||
Pembiayaan Neto
|
50 juta
|
|||
Pengeluaran Penyertaan
Modal
|
250 juta
|
|||
(Untuk menutup penerimaan dan
pengeluaran pembiayaan)
|
J.
Akuntansi
Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran
Selisih
lebih/kurang pembiayaan anggaran (SILPA/SIKPA) adalah selisih lebih/kurang
antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan.
Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode
pelaporan dicatat dalam pos SILPA/SIKPA.
SILPA/SIKPA diperoleh dari penutupan akun Surplus/Defisit dan
Pembiayaan Neto pada akhir tahun anggaran.
Contoh:
Surplus/defisit pada
contoh di atas bersaldo kredit Rp100 juta sedangkan Pembiayaan Neto bersaldo
debet Rp50 juta.
Jurnal penutupnya
adalah:
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Surplus/Defisit
|
100 juta
|
|||
Pembiayaan Neto
|
50 juta
|
|||
SILPA
|
50 juta
|
|||
(Untuk menutup Surplus/defisit
dan Pembiayaan neto)
|
K.
Transaksi
Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Berbentuk Barang
Transaksi pendapatan,
belanja, dan pembiayaan dalam bentuk barang/aset harus dilaporkan dalam LRA dengan cara menaksir
nilai aset tersebut pada tanggal transaksi. Berhubung transaksi ini harus
dicatat sebagai pendapatan dan belanja atau pembiayaan, maka perlu dibuatkan
dokumen anggaran sebagai pendapatan, belanja, atau pembiayaan sebagai dokumen
pengesahan anggaran. Berdasarkan dokumen pengesahan inilah dibuat jurnal untuk
mencatat transaksi ini. Berhubung transaksi ini tidak melibatkan arus kas maka
transaksi ini tidak dilaporkan dalam Laporan Arus Kas.
Di samping itu, transaksi semacam ini juga
harus diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga
dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan,
belanja, dan pembiayaan yang diterima. Contoh transaksi berwujud barang adalah
hibah dalam wujud barang dan barang rampasan.
Contoh:
Diterima
hibah dari UNICEF sebuah mobil ambulance seharga Rp200 juta.
Jurnal
penerimaan hibah berupa barang ini adalah:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Utang kepada BUD
|
200 juta
|
|||
Pendapatan Hibah
|
200 juta
|
|||
Belanja Modal – Peralatan
dan Mesin
|
200 juta
|
|||
Piutang dari BUD
|
200 juta
|
|||
Peralatan dan Mesin
|
200 juta
|
|||
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
200 juta
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja Modal – Peralatan
dan Mesin
|
200 juta
|
|||
Pendapatan Hibah
|
200 juta
|
|||
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu
komponen laporan keuangan
pemerintah yang menyajikan informasi tentang realisasi dan anggaran
entitas pelaporan
secara tersanding untuk suatu periode tertentu.
Ruang
lingkup menurut PSAP No. 02 diterapkan dalam penyajian Laporan Realisasi
Anggaran
yang disusun dan disajikan dengan menggunakan anggaran berbasis kas.
Pendapatan dipungut berdasarkan Undang-Undang. Oleh
karena itu jenis pendapatan yang
dipungut dan/atau diterima oleh pemerintah
daerah harus sesuai dengan Undang-Undang.
Belanja mencakup seluruh jenis belanja sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang
undangan.
Klasifikasi belanja menurut fungsi pemerintahan disajikan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan.
Berdasarkan UU No. 17/2003 fungsi Pertahanan hanya berlaku untuk Pemerintah
Pusat.